Bisnis

Katakanlah bisnis saya ada 5, pada hari jni saya sedang mengalami neraca negatif di kedua titik dan neracanya tidak main-main, bisa buat beli porsche second. Semoga saya, sampeyan, semuanya bisa bertahan melewati perjalanan yang makin menanjak ini ya!

Serengeti

Aku melihat kegelapan nan muram. Krisis agraria, project S tiktok killer UMKM, penghilangan hukum mati, ketidakstabilan nasional.

(juga manusia kita yang sangat bergantung pajak)

Ini tidak sehat. Seperti kekeringan di Serengeti, kami terpaksa harus menyingkir.

Kita Adalah Ternak

Merespon ketimpangan ekonomi yang luar biasa parah ini. Saya menyimpulkan kita, orang menengah dan orang menengah bawah adalah ternak orang kaya. Mereka beternak kita, mengambil “telur”, ”susu”, bahkan memanen ”darah” kita.

Orang menengah kerja untuk mereka sekaligus mengkonsumsi barang produksi mereka. Sementara, orang miskin yang besok bingung mau makan apa selamanya mengais rejeki minor membeli produk hegemoni mereka. Semua diperas habis dalam konsumerisme yang tak berkesudahan ini.

Kita bisa melihat indeks ini dari statistik jumlah tabungan warga negara. Milik siapa sirkulasi uang yang beredar dan dibanggakan pemerintah dan pejabatnya yang laporan kekayaannya trilyunan?

Mempertanyakan Beras

Memakan beras di Indonesia adalah bagaimana kamu memakan “makanan” yang secara pertanian dan ekosistem tidak tumbuh di wilayah ini. Beras di Indonesia juga kesalahan sejarah sebab: 1) Bangsa ini punya tanaman khas dan asli untuk makanan pokok 2) Bangsa ini menaklukan banteng dan membudidayakan sapi sebagai sumber protein 3) Menanam beras adalah kesalahan terbesar monokultur di Indonesia

Sego (Jawa) dan sangu (Sunda) adalah sebutan sagu tapi bergeser untuk sebutan ”beras”, suatu tanaman yang datang dari pinggir sungai cina di Provinsi Yunnan. Sagu telah dikenal sejak lama, sedangkan singkong diintroduksi di abad 16 dan ketela diduga di abad 18. Manuskrip kuno menyimpulkan beras adalah semacam lauk, dikonsumsi dalam skala kecil tidak seperti konsumsi pada hari ini.

Leluhur kuna di Kutai menaklukan banteng, mendomestifikasi, dan menggembala sapi sebagai makanan pokoknya. Mereka punya puluhan ribu hingga ratusan ribu sapi di kebunnya Sehingga, semenjak dulu kala kita tidak pernah kekurangan protein. Monokultur tanam paksa penjajahan dan ide orde baru telah menghapus jejak-jejak makanan pokok asli kita.

Beras menjadi proses hegemoni orde baru, dimana pada saat itu ada ”beras-isasi” sebagai tolok ukur pembangunan. Makanan pokok Indonesia diseragamkan menjadi beras saja. Semenjak itu proses intensifikasi dan ekstensifikasi dalam pertanian fokus ke beras. Pupuk kimia, pestisida, dan biaya besar digunakan secara masif karena banyak sekali masalah yang timbul karena penanaman beras. Tropis adalah surganya serangga juga burung pipit. Beras juga memiliki indeks glikemik sangat tinggi. Beras menurut penelitian juga penyebab terbesar Diabetes di Indonesia.

Akhir kata kita harus mempertanyakan kembali ”budidaya beras”. Kita harus secara jantan mengakui bahwa kita tidak mampu menanam beras lagi sehingga mengandalkan impor. Masalahnya, negara yang kita andalkan untuk impor berangsur defisit seperti India, thailand, dan vietnam. Bagaimana solusinya? Mari berpikir…

Terjaga

Setiap saya berdoa, salah satu yang saya minta kepada Allah adalah ”…lahan yang sangat sangat sangat luas…”

Itu jelas, tidak bisa dikabulkan di Republik tercinta ini. Apalagi di pulau Jawa nan padat, overpopulasi, dengan kemiskinan dimana-mana.

Sepuluh tahun sudah (2012-2022) saya meneliti kemiskinan dengan obyek penelitian ”batik” dan ”pertanian”. Kesimpulannya kemiskinan di Indonesia sudah ”ora kalap”, ”angel ketulung”, ”kronis dan berbahaya” sebab kita semua sudah hilang dignity/martabat dan honesty/kejujuran.

Sudah saatnya. Umbu Landu benar. Sewaktu-waktu kamu mesti terjaga, siap melangkahkan kaki kemana saja

(Saya telah mencium aroma angin, pantai, udaranya yang panas, dan tentu saja padang rumputnya…)

“There still a hope. Even in the darkness”