Memakan beras di Indonesia adalah bagaimana kamu memakan “makanan” yang secara pertanian dan ekosistem tidak tumbuh di wilayah ini. Beras di Indonesia juga kesalahan sejarah sebab: 1) Bangsa ini punya tanaman khas dan asli untuk makanan pokok 2) Bangsa ini menaklukan banteng dan membudidayakan sapi sebagai sumber protein 3) Menanam beras adalah kesalahan terbesar monokultur di Indonesia

Sego (Jawa) dan sangu (Sunda) adalah sebutan sagu tapi bergeser untuk sebutan ”beras”, suatu tanaman yang datang dari pinggir sungai cina di Provinsi Yunnan. Sagu telah dikenal sejak lama, sedangkan singkong diintroduksi di abad 16 dan ketela diduga di abad 18. Manuskrip kuno menyimpulkan beras adalah semacam lauk, dikonsumsi dalam skala kecil tidak seperti konsumsi pada hari ini.

Leluhur kuna di Kutai menaklukan banteng, mendomestifikasi, dan menggembala sapi sebagai makanan pokoknya. Mereka punya puluhan ribu hingga ratusan ribu sapi di kebunnya Sehingga, semenjak dulu kala kita tidak pernah kekurangan protein. Monokultur tanam paksa penjajahan dan ide orde baru telah menghapus jejak-jejak makanan pokok asli kita.

Beras menjadi proses hegemoni orde baru, dimana pada saat itu ada ”beras-isasi” sebagai tolok ukur pembangunan. Makanan pokok Indonesia diseragamkan menjadi beras saja. Semenjak itu proses intensifikasi dan ekstensifikasi dalam pertanian fokus ke beras. Pupuk kimia, pestisida, dan biaya besar digunakan secara masif karena banyak sekali masalah yang timbul karena penanaman beras. Tropis adalah surganya serangga juga burung pipit. Beras juga memiliki indeks glikemik sangat tinggi. Beras menurut penelitian juga penyebab terbesar Diabetes di Indonesia.

Akhir kata kita harus mempertanyakan kembali ”budidaya beras”. Kita harus secara jantan mengakui bahwa kita tidak mampu menanam beras lagi sehingga mengandalkan impor. Masalahnya, negara yang kita andalkan untuk impor berangsur defisit seperti India, thailand, dan vietnam. Bagaimana solusinya? Mari berpikir…